|

Efektifitas Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight.) Walp) Sebagai Antihiperurisemia.

Sumber gambar: Daun Salam (klikdokter.com).

Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman pemanfaatan tumbuhan didalam dunia pengobatan semakin meningkat dan semakin beragam, salah satunya pemanfaatan daun salam di dunia medis. Daun salam dapat digunakan tidak hanya sebagai bumbu dapur untuk keperluan memasak, tetapi juga dapat dijadikan obat. Baik ekstrak akar dan buahnya memiliki kemampuan untuk menetralisir akibat terlalu banyak konsumsi alkohol. Dan juga ekstrak daun salam digunakan untuk menghentikan diare, gatal, astringen, gastritis, diabetes mellitus, dan kudis. Daun salam memiliki kandungan senyawa flavonoid, terpenoid dan fenolik (Pinatih et al., 2011). Penelitian sebelumnya menyatakan ekstrak daun salam diujikan pada mencit mampu menurukan kadar gula darah. Kemampuan tersebut disebabkan adanya kandungan flavonoid di dalam daun salam. Flavonoid merupakan senyawa yang dapat menangkap radikal bebas yang merusak sel beta pankreas (Widharna, 2010; M. Ikhwan Rizki, et al., 2015). Selain itu daun salam di percaya dapat di gunakan sebagai antihiperurisemia.

Hiperurisemia adalah dimana keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah yang melebihi batas normal yaitu di atas 7,0 mg/dl untuk pria dan diatas 6,0 mg/dl untuk wanita (Sitanggang, 2006). Pada keadaan normal, asam urat memiliki fungsi yang sangat baik bagi tubuh yaitu sebagai antioksidan. Akan tetapi, pada keadaan hiperurisemia plasma dan cairan ekstraseluler sangat jenuh terhadap asam urat, sehingga mempermudah pembentukan kristal dan mengakibatkan manifestasi klinis yang disebut gout (Krisnatuti, 1997). Hal ini dapat ditimbulkan akibat adanya peningkatan metabolisme asam urat, penurunan ekskresi asam urat, atau kombinasi dari keduanya. Hiperurisemia dapat memicu terjadinya artritis gout (Hidayat, 2009).

Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp) dan tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) yang digunakan memiliki senyawa flavonoid. Dimana senyawa flavonoid telah diketahui mempunyai kemampuan dalam menghambat enzim ksantin oksidase, yang menyebabkan kadar asam urat di dalam darah turun (Nagao et al., 1999). Pengujian antihiperurisemia telah dilakukan pada tikus yang memiliki penyakit asam urat. Peningkatan kadar asam urat pada tikus dilakukan dengan memberi induksi kalium oksonat yang diinjeksikan secara intraperitoneal. Penggunan kalium oksonat sebagai agen hiperurisemia dipilih karena dapat meningkatkan kadar asam urat dengan cara menghambat enzim urikase dalam proses pemecahan asam urat menjadi alantoin (Suhendi, 2011). Pada kebanyakan mamalia terdapat enzim urikase yang berfungsi mengubah asam urat menjadi alantoin yang lebih mudah larut dalam air (Katzung et al,, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ekstrak etanol kombinasi antara daun salam (Syzygium polyanthun (Wight.) Walp) dan tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) dengan dosis 0,9 mg, 1,8 mg, 3,6 mg memiliki pengaruh terhadap aktivitas penurunan kadar asam urat pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus), dan pada dosis 3,6mg memiliki hasil yang lebih bagus untuk penurunan kadar asam urat pada tikus (Chintia M. et al, 2020).

            Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa daun salam memiliki aktifitas sebagai antihiperurisemia. Adapun beberapa cara untuk mengkonsumsi daun salam yaitu dengan menyatukan nya dalam makanan atau sebagai bumbu dapur ataupun dengan cara merebus nya dengan cara masukan 10 lembar daun salam rebus dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas air dan dapat di kinsumsi setiap hari.

Daftar Pustaka

Hidayat, Rudy. 2009. Gout dan Hiperurisemia. Medicinus. Vol. 22(2). Faculty 0f Medicine, University of Lampung.
Huang, Shang, Zhang Li, dan Jiao. 2008. Hypouricemic Effects of Phenylpropanoid Glycosides Acteoside of Scrophularia ningpoensis on Serum Uric Acid Levels in Potassium Oxonate-Pretreated Mice.The American Journal of Chinese Medicine.36 (1): 149-157.
Katzung, B.G., Masters, S.B dan Trevor, A.J. 2012. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi 12.Mc Graw Hill Medical, New York.
Krisnatuti, D, dkk., 1997. Perencanaan Menu Untuk Penderita Gangguan Asam Urat. Penebar Swadaya: Bogor. Halaman. 1-16.
Kurniari, P. K., Kambayana, G., dan Putra, T. R. 2011. Hubungan Hiperurisemia dan Fraction Uric Acid Clearance di Desa Tenganan Pegringsingan Karangasem Bali. Jurnal Penyakit Dalam. Vol. 12 (2). Universitas Tanjung Pura.
Nagao A., Seki M. and Kobayashi H., 1999, Inhibition of xanthine oxidase by flavonoids, Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry, 63 (10): 1787– 1790.
Pacher, P., Nivorozhkin, A., dan Szabo, C. 2006. Therapeutic Effects of Xanthine Oxidase Inhibitors: Renaissance Half A Century After the Discovery of Allopurinol. Pharmacol.Vol. 58 (1): 87– 114.
Purba, Ritson & Nugroho D. S. (2007). Analisis Fitokimia dan Uji Bioaktivitas Daun kaca (Peperomia pellucida (L.) Kunth). Jurnal Kimia Mulawarman. 5(1), 5-8
Wahyuningsih, Yulinah, Sukrasno, dan Karina. 2015. Efek Antihiperurikemia Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada Tikus Putih Wistar Jantan. Jurnal Farmasi Sains dan Terapan. Vol. 2 (1). Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis Padang.
Wijayakusuma, H.S. 2002. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia Rempah, Rimpang dan Umbi. Prestasi Instan Indonesia, Jakarta.

Penulis : Muhammad Choerul Huda., apt. Neni Sri Gunarti, S.Farm., M.Si (Universitas Buana Peruangan Karawang).

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *